Cinta datangnya kadang dari penjuru yang tak terduga.
Bukan cinta yang buta, tapi hadirnya yang kadang membutakan logika. Apakah Alyanna
juga seperti ini sekarang? Alyanna mencintai Wigar. Dulu. Setelah ia berhenti
bekerja di perusahaan coklat di Makassar dan pindah ke Surabaya—untuk memulai
usaha Wedding Organizer-nya, cinta
itu lambat laun pupus. Tak pernah Alyanna menyadari kapan rasa itu benar-benar
hilang. Yang pasti, yang benar-benar ia sadari
kini adalah pesona Adrian sejak SMP hingga kini ternyata masih menggetarkan
segenap rasanya.
Alyanna sangat terkejut ketika bertemu lagi dengan Ryan
di sebuah reuni kecil-kecilan yang dibuat oleh teman seangkatan mereka di SMP dulu.
Acara di sebuah kafe di Makassar itu mempertemukan Alyanna dengan teman-teman
lamanya. Ia baru tahu kalau Anton, penggagas reuni ini telah menjadi guru
olahraga di SMP mereka sekolah dulu. Regina, siswi yang terkenal punya banyak
pacar dulu, kini memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dengan tiga anak yang
ia ajak serta saat reuni. Irvan punya salon kecantikan, tampaknya ia menekuni
bisnis yang sesuai dengan hobinya—saat sekolah dulu ia sangat hobi mengomentari
jerawat Alyanna dan memberi saran produk kecantikan yang cocok untuk ia gunakan.
Dan Adrian. Idola semasa SMP ini masih memancarkan pesonanya—terkhusus buat
Alyanna.
”Alya beda banget ya sekarang. Dia makin cantik..” puji Adrian
pada Alyanna di hadapan banyak teman yang lain. Wajah Alyanna merah, tersipu. Ia
merasakan setiap pasang mata yang hadir di reuni kecil ini tertuju padanya.
”Iya, dulu dia culun banget. Hahahaha” Regina dan teman
lain menertawai Alyanna. Dalam hati Alyanna akui, dulu memang ia selalu
mengenakan seragam yang kebesaran, kacamata ukuran minus dua dengan lebar
hampir memenuhi separuh wajahnya, rambut yang ikal selalu diikat agar tak
terbang ke mana-mana—sebenarnya karena ia tidak percaya diri melihat rambut
teman-teman lain yang lurus seperti di iklan-iklan sampo sementara Alyanna
tidak. Tapi sekarang tidak lagi. Kacamata itu sudah ia ganti dengan kontak
lens, rambutnya sudah lurus berkat rebonding,
dan pilihan busana, aksesoris, dan alas kaki yang sering ia kenakan sekarang
berkat hobinya membaca majalah fashion.
Dan hasilnya? Adrian meminta nomor handphone
Alyanna. Adrian pun memberi kartu namanya. Wow.. General Manager di sebuah
perusahaan properti—jiwa Alyanna semakin
terpesona. Tampan dan mapan, juga perhatian!
Selepas reuni malam itu, Adrian menawarkan diri untuk
mengantar Alyanna pulang ke rumah. Di antara yang hadir di acara itu, memang
hanya Alyanna dan Adrian yang belum menikah. Beberapa teman juga meledek mereka.
Ah, Alyanna tak peduli. Saat itu dalam benak Alyanna adalah apa kalimat yang
tepat untuk menerima tawaran Adrian tadi?
”Ti.. Tidak merepotkan?” tanya Alyanna ragu-ragu saat
berada di parkiran kafe di samping captiva
milik Adrian.
”Tentu tidak. Untuk wanita secantik dirimu, tak ada yang
membuatku repot.” Seperti ada balon udara yang menerbangkan Alyanna menikmati
keindahan rasa. Ini gombalan. Aku tahu itu. Tapi gombalan ini berhasil menciptakan
degupan kencang di jantung Alyanna. Alyanna terdiam menikmati degup itu ketika
senyuman lelaki di hadapannya itu mekar dari bibirnya. Giginya yang rapih
tampak berkilau dari balik senyuman itu.
”Tunggu apa lagi? Ayo naik!” Adrian membuka pintu captiva-nya. Alyanna tersontak kaget—lagi-lagi.
Mungkin Adrian melihat tingkah anehnya itu.
Alyanna masuk ke dalam mobilnya, pura-pura bersikap wajar. Padahal
sebenarnya ia masih terus berusaha menenangkan degup jantungnya yang gejolaknya
seperti mendesak keluar. Tak lama kemudian, Adrian sudah duduk di sampingnya—di
belakang kemudi. Di sepanjang perjalanan, mereka berbincang tentang reuni tadi.
Tentang teman-teman mereka yang sudah lama tak pernah saling berkomunikasi,
apalagi bertemu, tentang teman-teman mereka yang sudah sukses dengan
pekerjaannya masing-masing, dan masih banyak lagi. Ah, rasa nyaman bersama Adrian ini sudah lama
tak kudapatkan dari kekasihku—Wigar.
”Kau membuatku tak bisa tidur malam ini,” Adrian
menggenggam tangan Alyanna sesaat setelah menghentikan mobilnya tepat di depan
rumahnya. Alyanna berusaha melepaskan genggaman itu, tiba-tiba rasa bersalah
menyerangnya. Ia merasa telah mengkhianati Wigar. Bukankah Wigar telah berjanji
untuk menikahi Alyanna tahun ini? Bukankah mereka saling mencintai selama 5
tahun terakhir ini? Tapi genggaman tangan itu terlalu erat untuk Alyanna lepaskan.
Ia merelakan tangannya digenggam oleh jari-jemari Adrian.
”Ah, kau ini..” ucap Alyanna manja. Singkat. Ia takut
salah ucap.
”Kecuali kalau kau besedia memejamkan matamu sesaat,” Adrian
memiringkan tubuhnya ke arah Alyanna.
”Untuk apa?” Alyanna merasa aneh.
”Ayolah,” pinta Adrian. Alyanna menurut. Tiba-tiba saja ia
merasakan ada yang lembut menempel di bibirnya yang merah merekah. Gemetar dari
rambut sampai ujung kaki Alyanna. Ia membuka matanya perlahan. Bibir Adrian tepat
berada di atas bibir Alyanna. Wajah lelaki itu telah berada tepat di depan
wajah Alyanna. Nafas mereka saling memburu, aroma tubuh mereka beradu. Dan
Alyanna merasakan rongga hidungnya telah semakin terisi dengan wangi tubuh
lelaki yang berjarak hanya beberapa milimeter dari tubuhnya. Sorot mata Adrian
menembus dalam manik mata Alyanna. Alyanna memejamkan matanya. Ada wajah Wigar di
otak Alyanna.
”Maafkan aku, Gar..” Alyanna membatin.
”Maafkan aku, Gar..” Alyanna membatin.
Adrian menjauhkan tubuhnya perlahan dari Alyanna. Sesuatu
yang mungkin bernama getaran mengaliri sekujur tubuh Alyanna saat ia menjilati
bibirnya sendiri dan ia nikmati sisa ciuman Adrian tadi. Dahsyat. Sungguh
dahsyatnya luar biasa membius Alyanna yang telah lama terpesona oleh sosoknya.
Seseorang yang dengan tatap matanya yang tajam, seolah melucuti segenap
pikirannya yang terlampau nyaman saat berada di dekatnya.
Sementara itu, ia merasa semakin jauh dari Wigar. Komunikasi di
antara mereka kurang. Bahkan jarang. Alyanna tak mampu bertahan dalam hubungan
jarak jauh ini. Alyanna butuh bercerita banyak hal pada kekasihnya, ingin
melakukan banyak hal bersama lelaki yang
dicintainya, kerinduan Alyanna untuk dimanja semakin bertumpuk, lalu di mana Wigar
saat ia butuh semua itu?
Adrian memang tak tahu, kalau saat ini Alyanna masih sah menjadi
kekasih Wigar selamat lima tahun ini. Bahkan Adrian tak kenal sama sekali,
siapa Wigar. Adrian datang dan memenuhi relung hati Alyanna yang lama kosong
walau secara komitmen, hatinya dan Wigar
masih bertaut. Adrian datang di saat Alyanna merindukan kasih sayang seseorang.
Sejak pertemuan mereka malam itu, Adrian semakin sering
menemui Alyanna. Mereka sering mengnikmati makan siang bersama kemudian
mengantar Alyanna kembali ke kantor. Akhir pekan ini ia mengajak Alyanna
menonton di bioskop, ah, Adrian selalu hadir menemani Alyanna saat senang,
sedih, marah, dan saat Alyanna memang sedang membutuhkannya. Hal ini yang tak ia
peroleh dari Wigar karena Alyanna di Makassar, sedang Wigar di Surabaya.
Kebingungan
menyerang Alyanna. Sejak beberapa minggu ini, Adrian semakin intensif hadir di
hari-hari Alyanna. Tak hanya secara fisik, jiwanya pun merasa nyaman berada di
dekat Adrian. Namun sialnya, Alyanna belum menemukan kalimat tepat untuk
menyudahi komitmen bersama Wigar. Semudah itukah? Alyanna merasa hubungannya dengan
Wigar yang dingin ini wajib segera diakhiri. Ia tak lagi merasakan gejolak yang
dulu begitu dahsyat ketika bersama Wigar. Alyanna adalah wanita yang tak kuat
menahan rindu. Hatinya merasa tidak mampu meneruskan hubungan dengan rentang
jarak yang terlampau jauh ini.
Malam
minggu ini mereka habiskan di rumah Adrian. Alyanna baru pertama kali ke sana.
Rumah kecil dengan konsep modern minimalis. Alyanna bisa melihat, di ruang tamu
ada sofa dan meja serta tv di depannya. Ada rak buku sebagai pembatas antara
ruang tamu dengan ruangan di sebelahnya. Disana ada meja dan kursi makan serta
kitchen set. Alyanna menawarkan untuk membuatkannya spaghetti—makanan
favoritnya—untuk makan malam. Ia mengangguk tanda setuju. Setelah spagheti itu
siap, mereka memilih menikmatinya di ruang tamu sambil menonton ulang film Titanic di DVD. Mereka menonton film
sambil saling suap spaghetti buatan Alyanna. Tibalah adegan ketika Jack menarik
Rose ke tempat sepi di bawah menara pengawas kapal untuk berciuman membuat
mata Alyanna dan Adrian saling tatap. Adrian mengarahkan piring spaghetti di
tangan Alyanna untuk diletakkan di meja. Tangannya melingkar di pinggang
Alyanna. Wajah mereka semakin tak berjarak. Perlahan, bibir Adrian yang masih
ada sisa saus spaghetti mendekat ke arah wanita berkulit bersih di sampingnya.
”Aku
ingin memilikimu..,” ujar Adrian setelah melumat bibir Alyanna.
Bibir Alyanna
basah. Dan tak mampu berkata apa-apa. Hening. Hanya degup jantung mereka beradu
saat Adrian memeluk tubuhnya erat. Alyanna tahu ia sedang menanti kata cinta
dari bibirnya yang ia kulum, lagi dan lagi. Di kepalanya, ada wajah Wigar menari-nari dengan senyuman. Ada dilema memenuhi seluruh massa otaknya..
Pertamax...
ReplyDeleteKunjungan pertama, salam kenal.
Sukses ya