Oct 1, 2018

Penyebaran Informasi K3 Sebagai Langkah Awal Penurunan Angka Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja Pada UMKM Pertanian dan Perkebunan di Sulawesi Selatan

Oleh:
Asmanidar Kuraisy, S.Si, M.Si
(Penguji K3 Pertama)

Balai Besar Pengembangan K3 Makassar

A. Pendahuluan
UMKM atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah kita ketahui adalah jenis  usaha dengan skala kecil yang umumnya dimiliki oleh perseorangan atau kelompok.Dengan skala yang kecil serta fleksibel, sudah tentu UMKM memiliki banyak keunggulan dalam menjalankan usahanya. 

Tidak seperti perusahaan besar, UMKM tidak memiliki kontrol yang kaku sehingga ide-ide kreatif dan inovatif dalam usaha lebih bebas untuk disalurkan, dan  dapat dengan segera diaplikasikan. Dengan kata lain, UMKM memiliki inovasi yang cepat. UMKM juga lebih bebas menentukan harga yang akan dipasarkan sebab pemilik UMKM yang memegang sendiri hasil produksi serta asetnya. Dari sekian banyak keuntungan positif dari bisnis UMKM, terciptanya lapangan kerja merupakan keuntungan yang paling baik bagi suatu negara. Dengan banyaknya UMKM yang tumbuh, akan semakin banyak pula lapangan pekerjaan yang terbentuk sehingga penghasilan dalam negeri meningkat dan angka pengangguran dapat menurun. Di Indonesia, UMKM sendiri telah menjadi pendukung terbesar bagi pembangunan yang berkelanjutan dan sarana penting dalam menyerap tenaga kerja.

Sayangnya, menjamurnya UMKM dalam menyerap tenaga kerja tidak berbanding lurus dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam usahanya. Kebanyakan UMKM hanya berfokus dalam mencapai prokdutivitas setinggi-tingginya tanpa memperhatikan kondisi kesehatan tenaga kerja serta lingkungan kerjanya, yang akan membawa pada suatu kesimpulan buruk yakni peningkatan angka kecelakaan kerja seiring dengan bertambahnya lapangan kerja. 

Tahun 2017 lalu, Balai Besar Pengembangan K3 Makassar telah melakukan survei identifikasi bahaya dan risiko kecelakaan kerja pada berbagai kawasan UMKM di Makassar, Sulawesi Selatan. Hasil survei menunjukkan banyaknya potensi kecelakaan kerja di UMKM yang berasal dari lingkungan kerja mereka sendiri serta dari kesehatan tenaga kerjanya. 

Tidak seperti perusahaan besar yang rata-rata telah memiliki sistem K3 internal, usaha skala kecil seperti UMKM yang kebanyakan merupakan industri rumahan, memang masih awam terhadap istilah K3. Masih kurangnya informasi dasar mengenai K3 yang sampai pada pelaku UMKM juga menjadi salah satu penyebab potensi terjadinya kecelakaan kerja di UMKM.
Balai Besar Pengembangan K3 Makassar setiap tahunnya mengadakan kegiatan penyebaran informasi K3 di berbagai jenis usaha UMKM di sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan.  Tahun 2018 ini, Balai Besar Pengembangan K3 Makassar menyasar jenis UMKM Pertanian dan Perkebunan untuk diberikan materi-materi dasar pengenalan K3 pada 4 (empat) kabupaten di  Sulawesi Selatan. Diantaranya Kabupaten Sinjai, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Jeneponto serta Kabupaten Enrekang. 

Pembahasan mengenai informasi K3 yang disampaikan langsung kepada pelaku-pelaku usaha UMKM  Pertanian dan Perkebunan di daerah agraris di Sulawesi Selatan inidiharapkan dapat mencapai tujuan agar penerapan K3 bisa dilakukan oleh seluruh jenis usaha, tak terkecuali usaha skala terkecil sekalipun sehingga angka kecelakaan kerja di Indonesia bisa berkurang. 

B. Potensi bahaya kerja pada UMKM Pertanian dan Perkebunan

Selain sebagai wilayah maritim, Sulawesi Selatan juga merupakan daerah agraris. Sehingga sebagian besar pekerjaan di berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan adalah petani/pekebun. Bahkan petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia, dimana beberapa daerah memang mengandalkan usaha pertanian dan perkebunan sebagai sumber penghasilan daerah. Hanya saja, para pelaku usaha pertanian dan perkebunan ini hanya menjalankan segala aktivitas kerja tanpa memperhatikan potensi-potensi bahaya kerja dari usaha pertanian atau perkebunan itu sendiri baik internal maupun eksternal. 

Informasi yang kurang mengenai K3 jugamembuat para pelaku usaha cenderung terkesan mengabaikan bahaya di depan mata yang justru menjadi aktivitas mereka sehari-hari. Minimnya informasi mengenai potensi kecelakaan kerja, potensi bahaya dari lingkungan kerja, hingga kondisi fisik pekerja itu sendiri membuat mereka tidak mawas diri. Sepertipenggunaaan Alat Pelindung Diri yang lebih sering diabaikan penggunaannya bahkan ada yang tidak pernah menggunakannya sekalipun, dikarenakan para pelaku usaha belum mengetahui dampak yang akan mereka peroleh tanpa penggunaan APD dalam menjalankan pekerjaannya.

Sektor pertanian dan perkebunan di masa sekarang sudah tentu berbeda  dengan dahulu. Usaha pertanian dan perkebunan pada masa sekarang ini telah terbantu dengan penerapan teknologi modern, meski masih ada beberapa yang pertaniannya masih konvensional. Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah faktor resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.

Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi hama, takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini juga memiliki potensi bahaya. Salah satunya bahaya agrokimia yang seringkali tidak disadari oleh para petani/pekebun bahkan ketika sudah ada korban dari bahaya ini.

Ada 3 variabel besar yang harus diperhatikan dalam pekerjaan, antara lain:
a) Kualitas kesehatan tenaga kerja
b) Jenis atau beban pekerjaan
c) Lingkungan kerja

Yang pertama yang harus diperhatikan adalah kualitas kesehatan kerja petani. Seorang petani harus memiliki kesehatan yang baik demi mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Gangguan kesehatan yang dialami seorang petani bisa secara mendadak misalnya kecelakaan kerja, bisa juga bersifat menahun, misalnya keracunan pestisida dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh petani seperti sakit pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis), gangguan kulit akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia oleh pupuk atau pestisida. Kondisi kesehatan awal petani berpengaruh terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Seperti, penderita anemia karena kekurangan gizi disebabkan kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang pasokan makanan, kemudian dapat diperburuk dengan keracunan organoposfat. Selain itu ada beberapa penyakit yang bisa timbul bila dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit infeksi yang diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit.

Dari segi beban pekerjaan, petani bisa saja dikatakan sudah melebihi beban kerja yang seharusnya bila bekerja melebihi waktu yang ditoleransikan, yang kemudian tidak didukung oleh asupan gizi yang memadai. 

Begitu pula bila ditilik dari lingkungan kerja petani. ada berbagai faktor bahaya yang mengancam. Dari faktor biologi, berupa mikroba, parasit dan sejenisnya serta sanitasi yang tidak higienis. Dari faktor fisika, dapat berupa paparan sinar ultraviolet, getaran yang berasal dari alat atau mesin, dsb. Begitu pula dari faktor kimia, yang paling umum berasal dari penggunaan pupuk atau pestisida yang banyak mengandung senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan penyakit akibat kerja secara mendadak atau menahun. Bahaya ini bisa timbul karena kurangnya pemakaian APD pada saat penggunaan bahan agrokimia ini dan juga masih kurangnya informasi dari dinas terkait mengenai jenis-jenis pupuk dan pestisida yang berbahaya dan dilarang.

Berbagai potensi bahaya ini yang kemudian menjadi pertimbangan dalam menerapkan prinsip-prinsip K3 pada UMKM pertanian dan perkebunan. 
C. Penerapan K3 pada UMKM Pertanian dan Perkebunan

Secara garis besar, ada 3 langkah dalam penerapan K3 dalam sektor usaha, antara lain perencanaan, penerapan K3 itu sendiri, serta pengukuran dan evaluasi.

Perencanaan dapat meliputi penentuan sasaran penerapan K3, penngendalian terhadap resiko, serta adanya peraturan, undang-undang dan standar yang sesuai. Penerapan K3 dapat berupa pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja serta penyuluhan tentang penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan usaha pertanian atau perkebunan. Yang terakhir adalah evaluasi yang dapat berupa pemeriksaan kesehatan petani/pekebun terutama yang terpapar bahaya agrokimia atau memeriksa kemungkinan terjadinya penyakit akibat faktor ergonomi yang kadang terabaikan.

Dari 3 langkah tersebut di atas, maka penyebaran informasi mengenai K3 merupakan langkah awal penerapan prinsip-prinsip K3 pada usaha skala kecil. Untuk itu, materi yang dibawakan oleh para pemateri dari Balai Besar Pengembangan K3 Makassar merupakan materi-materi yang representatif untuk memenuhi tujuan kegiatan ini, mulai dari peraturan mengenai K3 itu sendiri hingga sampai ke detail pengaturan gizi tenaga kerja yang terlibat, dalam hal ini petani atau pekebun.

D. Materi Penyebaran Informasi K3

Materi pelatihan penyebaran informasi K3 bagi pelaku usaha UMKM Pertanian dan Perkebunan antara lain:
1. Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan dan Peraturan Perundang-undangan Bidang K3-UMKM Pertanian dan Perkebunan
2. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
3. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
4. P3K di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
5. Faktor Bahaya Lingkungan Kerja (Fisik, Kimia, Biologi) di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
6. Toksikologi di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebuan
7. Ergonomi di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
8. Gizi kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Para pelaku usaha dalam hal ini petani atau pekebun pun berinteraksi aktif kepada pemateri mengenai kaitan antara pekerjaan yang mereka lakukan, kondisi lingkungan kerja, serta kondisi tenaga kerja terhadap teori dari materi yang diberikan.
Secara ringkas, paparan materi yang disampaikan pada penyebaran informasi K3 bagi UMKM di Sulawesi Selatan antara lain.

1. Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan dan Peraturan Perundang-undangan Bidang K3-UMKM Pertanian dan Perkebunan

Penyelenggaraan Penyebaran Informasi K3 bagi UMKM Pertanian dan Perkebunan di Sulawesi Selatan merupakan salah satu langkah mewujudkan Visi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 yaitu terwujudnya masyarakat Industri yang selamat, sehat dan produktif serta beberapa misi strategis antara lain menurunkan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, meningkatkan kualitas kondisi lingkungan kerja

Balai Besar Pengembangan K3 Makassar sebagai UPT-K3 di Indonesia Timur, memiliki peranan salah satunya Sebagai pengembang SDM di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kegiatan pelatihan dokter, paramedis, teknisi, Ahli K3 Umum, dll telah rutin diadakan. UMKM Pertanian dan Perkebunan sebagai salah satu sektor informal yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tak bisa dibilang sedikit ini, juga dirasa perlu untuk diberikan informasi mengenai K3, sebagai langkah awal mengurangi penurunan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja.

2. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Ada 3 (tiga) Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja (Three Main Factor Theory) yaitu faktor manusia, lingkungan, dan peralatan.

1. Faktor Manusia
Umur dan masa kerja harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Semakin lamanya masa kerja seseorang semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Namun tentu saja, semakin tua usia pekerja, akan semakin menurun kemampuan fisiknya jika dibandingkan dengan pekerja yang muda,yang umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di lingkungan kerja UMKM pertanian dan perkebunan terkadang masih disepelekan oleh beberapa pekerja. Ini diakibatkan karena biasanya sektor ini adalah pekerja mandiri, tidak ada pengawasan akan penggunaan seperangkat alat pelindung diri. Padahal ini wajib bagi tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Contohnya masker, baju kerja, safety shoes dan penutup kepala. Tingkat Pendidikan dan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga mempengaruhi kecenderungan pekerja untuk menghindari potensi bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Salah satunya  dengan mengikuti penyebaran informasi K3 ini, diharapkan para pekerja di UMKM Pertanian dan Perkebunan lebih aware terhadap pencegahan kecelekaan kerja.

Perilaku Manusia juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya karena ternyata banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin.

2. Faktor Lingkungan
Kebisingan dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Suhu udara yang dingin di lingkungan kerja dapat mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan tubuh kekurangan cairan tubuh, rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan, mual, muntah dan jantung bekerja lebih kencang.

Tempat kerja yang tidak aman, seperti licin akibat tumpahan air atau hujan berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset. 

3. Faktor Peralatan
Kondisi mesin dan peralatan mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. 

Letak mesin atau peralatan juga menjadi faktor penyebab. Terdapat hubungan timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dengan mudah. Inilah pentingnya ergonomi. Kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti  cangkul, traktor, dan alat-alat pertanian lainnya.

4. PAK dan Kecelakaan Kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Tingkat kecelakaan fatal di negara berkembang seperti Indonesia empat kali lebih tinggi dibanding negara industri. Di negara berkembang kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang pertanian, perikanan, perkayuan, pertambangan dan konstruksi. 

Di sisi lain, kelima sektor industri ini memberikan konstribusi yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia.Berdasarkan data yang diperoleh dari database ASEAN OSHANET dan ILO, kecelakaan kerja di Indonesia yang terjadi di industri pertanian menduduki tempat kedua atau ketiga terbesar dibanding industri lain. Beberapa faktor bahaya yang ada dalam sektor pertanian antara lain.

• Air bersih untuk diminum tidak ada atau kurang tersedia dan sanitasi yang tidak memadai, ini memicu penyakit menular. 
• Mengangkat atau membawa beban, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang dan bekerja dengan postur tubuh yang salah, ini memicu nyeri otot akibat keseleo atau terkilir.
• Masalah psikososial. 
• Risiko terkena tanaman beracun atau berbahaya, serangan binatang buas, gigitan serangga dan ular. 
• Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diakibatkan oleh batasan iklim, mengakibatkan terburu-burunya pekerja di dalam menyelesaikan pekerjaan, yang berujung pada ketidakacuhan terhadap keselamatan dirinya. 
• Penggunaan alat dan mesin pertanian yang didesain untuk melaksanakan beberapa pekerjaan sekaligus mewajibkan operator harus  memiliki tingkat keterampilan dan konsentrasi yang tinggi yang dapat mengakibatkan kelelahan yang berujung pada kecelakaan. 
• Keluarga petani tinggal di sekitar lahan pertanian dimana anak kecil bebas bermain atau bahkan terlibat di dalam pekerjaan pertanian tersebut yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan akibat kecerobohan. 
• Umumnya digeluti oleh orang lanjut usia yang rawan terkena kecelakaan kerja

Beberapa penyakit akibat kerja di sektor pertanian dan perkebunan antara lain.

• Keluarga petani tinggal di sekitar lahan pertanian dimana anak kecil bebas bermain atau bahkan terlibat di dalam pekerjaan pertanian tersebut yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan akibat kecerobohan 
• Umumnya digeluti oleh orang lanjut usia yang rawan terkena kecelakaan kerja
• Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemik malaria, habitat utama di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan menderita demam dan anemia sedang hingga berat. 
• Kecacingan dan Gizi Kerja. Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari pasokan makanan. 
• Sanitasi Dasar merupakan salah satu faktor risiko utama timbulnya penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun penyakit kronik lainnya.

Dari sekian banyak faktor bahaya dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi, diperlukan manajemen risiko dan komunikasi risiko sebagai berikut.

1. Lebih memperhatikan keselamatan kerja dengan menggunakan APD yang sesuai.
2. Sanitasi dan hygiene perorangan lebih ditingkatkan.
3. Mengurangi pemakaian pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik.
4. Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan ada label petunjuknya. Perlakuan sisa kemasan, Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.
5. Setelah menggunakan pestisida apabila ada sisa pestisida hendaknya di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.

Penerapan manajemen K3 di sektor pertanian dan perkebunan antara lain.

• Menghindarkan pekerja dari bahaya kecelakaan ringan maupun berat, 
• Mengurangi rasa sakit dan penderitaan, biaya asuransi dan kecelakaan 
• Menurunkan jumlah kejadian cedera dan cacat permanen, 
• Peningkatan produktivitas dari tenaga kerja.

5. P3K di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/ buruh dan/ atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.

Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja/ buruh yang ditunjuk oleh pengurus/ pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di tempat kerja. Petugas P3K ini bertugas melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja, melaksanakan fasilitas P3K di tempat kerja, mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan dan melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus. 

Petugas P3K di tempat kerja dilengkapi dengan fasilitasi P3K termasuk peralatan, perlengkapan dan bahan yang digunakan untuk memberikan perawatan darurat sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya. P3K  diberikan untuk menyelamatkan nyawa korban, meringankan penderitaan korban, mencegah cedera/ penyakit menjadi lebih parah, mempertahankan daya tahan korban, menunjang  upaya penyembuhan, mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.

Untuk sektor informal seperti UMKM Pertanian dan Perkebunan ini, pekerja mandiri harus menyediakan sendiri fasilitas P3K untuk mengantisipasi berbagai situasi kecelakaan atau penyakit dan dapat diberi pertolongan sesuai dengan kebutuhan.

6. Faktor Bahaya Lingkungan Kerja (Fisik, Kimia, Biologi) di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

a. Faktor Fisik, antara lain kebisingan, pencahayaan, getaran, iklim kerja dan sinar ultraviolet. Pengendalian terhadap faktor fisik ini bisa secara teknis, administrasi, medis, seleksi pekerja, penggunaan APD dan pendidikan/penyuluhan, disesuaikan dengan faktor bahayanya.

b. Faktor Biologi, antara lain bahaya gigitan ular yang berefek lokal (bengkak, melepuh, pendarahan, memar), efek general (nyeri kepala, mual muntah, nyeri perut, diare, pingsan), efek spesifik, koagulaphaty (pendarahan terus menerus dari tempat gigitan), Neurotoxic, Myototokic (biasanya oleh ular laut: nyeri otot sampai gagal ginjal) bahkan bahaya kematian. Faktor bahaya lain adalah bahaya gigitan tikus yang bisa mengakibatkan infeksi yang biasanya menyebabkan demam, kadang muncuk bercak kemerahan, sakit kepala, dan kelelahan. Bahaya infeksi cacing tambang juga sangat rentan terjadi pada pekerja UMKM sektor agraris.

Pengendalian Faktor Biologi yang wajib dilakukan oleh pekerja adalah Pemakaian alat pelindung diri (APD): pakaian tertutup, sepatu boot, sarung tangan, topi pengaman (helmet), masker, pelindung mata,  serta pemeriksaaan kesehatan secara berkala

c. Faktor Kimia di Bidang Pertanian dan Perkebunan
Agrokimia yang digunakan dalam industri pertanian dan perkebunan meliputi pupuk dan pestisida. Penggunaannya penting untuk pertumbuhan tanaman, namun dalam perspektif K3, penerapan teknologi pertanian merupakan health risk bagi tenaga kerja. Di dalam pupuk dan pestisida mengandung bahan kimia toksik yang berbahaya jika terpapar ke tenaga kerja. Untuk itulah diperlukan penggunaan Alat Pelindung Diri.

7. Toksikologi di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan
Dalam kegiatan ini, peserta diajak untuk mengenal pengaruh bahan kimia yang merugikan organisme hidup khususnya pada pestisida. Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikitdan mengakibatkan keracunan kronis. Saluran pernapasan, pencernaan, saraf, reproduksi, kekebalan tubuh, sistem sekresi dan ekskresi dapat terpapar zat toksik dari pestisida.

Pengendalian Bahaya Pestisida antara lain dengan menggunakan APD yaitu Pelindung kepala, mata, pernapasan, badan, tangan dan Kaki sesuai kebutuhan.
Didukung oleh peraturan perundangan, penyuluhan dari dinas atau lembaga terkait, pendidikan dan latihan, pemeriksaan kesehatan berkala, penyuluhan penyimpanan pestisida penting dilakukan.

8. Ergonomi di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Penerapan ergonomi juga diperkenalkan kepada tenaga kerja UMKM Sektor Pertanian dan Perkebunan untuk menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan dengan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan dan keterbatasan manusia baik secara fisik atau mental. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan fisik dan mental meningkat dengan cara mencegah cidera dan penyakit karena bekerja, beban kerja fisik dan mental menjadi turun serta kesejahteraan sosial menjadi meningkat dengan peningkatan kualitas kontak sosial dan koordinasi kerja secara tepat, untuk peningkatan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif ataupun setelah tidak produktif. 
Manfaat penerapan egonomi adalah kerja meningkat, misalnya kecepatan, ketepatan, keselamatan dan mengurangi energi ketika bekerja. Efisiensi waktu, dan juga biaya pelatihan dan pendidikan. Optimalisasi terhadap Sumber Daya Manusia dengan meningkatkan keterampilan yang diperlukan, juga kenyamanan  ketika bekerja menjadi meningkat. 

9. Gizi kerja di Sektor UMKM Pertanian dan Perkebunan

Gizi kerja adalah Gizi yang diperlukan oleh tenaga   kerja untuk melakukan pekerjaan sesuai jenis dan beban kerja. Prinsip gizi seimbang untuk tenaga kerja sama dengan masalah gizi secara umum di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi tenaga kerja salah satunya adalah tingkat aktivitas atau jenis pekerjaan. Menurut WHO, klasifikasi kegiatan kerja dibedakan atas 4 kelompok yaitu kelas ringan, sedang, berat dan berat sekali, untuk laki-laki dan perempuan. Penyakit gizi sebagai akibat kerja atau ada hubungannya dengan kerja yang mungkin bisa terjadi antara lain anemia dan kurang energi protein (KEP).

E. Penutup
Dari kegiatan Penyebaran Informasi K3 di sektor Pertanian dan Perkebunan diSulawesi Selatan ini diharapkan peserta dapat mengenal, mengerti dan memahami mengenai K3, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta untuk menerapkan prinsip dasar K3 dalam upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di lingkungan kerjanya, meningkatkan kesadaran peserta terhadap pentingnya tindakan  pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta mendorong karyawan untuk bekerja dengan budaya K3 sehingga tercipta suasana kerja yang sehat, aman dan selamat.


REFERENSI
Afifah, L. P., 2014, Hazard di Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Anonim, 2016, K3 Pertanian, www.faridwin.wordpress.com, (online), diakses 6 Juli 2018.
Mujib, S., 2017, Pangkep Genjot UMKM Sektor Pertanian dan Perkebunan, http://news.rakyatku.com, (online),  diakses 20 Agustus 2018.



No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar ke blog ini. Pastikan mengisi kolom nama dan url blog agar saya bisa berkunjung balik ke blog teman-teman semua :)

Oiya, diharapkan tidak mencantumkan link hidup di dalam kolom komentar ya. Jika terdapat link hidup dalam komentarnya, mohon maaf akan saya hapus. Harap maklum.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...